Minggu, 14 Desember 2014



BUKAN HANYA BAHAGIA YANG DIBALIK SENYUM


                Suatu malam kita iya aku dan mantanku bertemu di cafe pinggiran kota. “Aku sempat gagal move on, seketika melihatmu berboncengan dengan lelaki lain waktu itu”. Kata seseorang membuyarkan lamunanku yang tadinya menatap tajam gelas berisi kenangan. Ah dia, seseorang yang sempat menyinggahi hatiku dulu. Kutatap wajahnya ia tampak sama tak ada yang berubah. Hanya saja hatinya sudah bukan lagi milikku.

                “Maksudmu? Bukannya kau sudah mempunyai kekasih?”. Jawabku sedikit tercengang mendapat sapaan seperti itu. Dulu, sebelum putus dia sempat memfitnah ku menduakan cintanya. Sudah kedua kalinya dia menfitnahku, aku muak dengannya kala itu. Sejauh kita berjalan sampa membalikan tahun yang baru, dia masih belum juga mempercayai kekasihnya. Lelahku saat itu membuat keputusan aku harus pergi darinya. Jumat itu aku memutuskan hubunganku dengannya. Kedua harinya aku melihat dia menggandeng tangan wanita lain, ya! Kekasih barunya. Sungguh sesak dada ini menceritakan masa laluku dengannya.

                “Entahlah, ada perasaan yang janggal dihatiku ketika melihatmu bahagia dengan lelaki lain”. Jawabnya polos. Aku tahu dia cemburu, tapi untuk apa sudah berbulan-bulan dia merajut kasih dengan pasangannya hanya melihatku berboncengan dengan lelaki lain hati dia goyah. “Mungkin karna kau belum terbiasa”. Kataku mencoba membiasakan berbicara dengan tatapan mata yang sudah bukan lagi milikku. “Mungkin, apa dia kekasihmu?”. Tanyanya lagi. “Kau terlihat bahagia kala itu”. Lanjutnya. “Dia bukan kekasihku, aKu masih menikmati kesendirianku”. Jawabku sambil mengotak-ngatik laptopku. “Ah tak usah berbohong, aku melihatmu tersenyum denganya”. Elak mantanku. “Kau harus paham terkadang dibalik senyuman tak hanya kebahagiaan disana, ada juga luka yang bersembunyi dibalik senyuman”. Jelasku. Dia tersenyum “Kau masih sama, suka berdrama, dewasa, kata-katamu slalu bisa membuat ku terenyuh”. Pujinya. “Kau terlalu memuji kawan”. Jawabku seperti teman lama yang tak pernah bertemu.

                Malam semakin larut aku dengannya terdiam dalam pekatnya gelap. Masih saling menikmati kopi masing-masing hanya saja aku dan dia menikmati kesunyian.

Jumat, 12 Desember 2014



SENJA KU TAK LAGI JINGGA


                Hai lelaki senjaku, kau tahu sore ku tak seindah dulu ketika berdua denganmu diatas motor. Melewati jalanan sambil jari-jarimu menyelusup ke sela jari-jariku. Ah rasanya tak ada habisnya membicarakanmu dengan senja. Mengapa semua berakhir begitu cepat?? Sungguh di dalam lubuk hatiku yang paling dalam ada sebuah namamu disini.

                Sudah kucoba untuk ikhlas atas kepergianmu lelaki senjaku. Tetapi bagaimana bisa melupakan mu? Jika senja datang membawa sebuah kenangan tentang kita? Aku disini meratapinya sendirian, kulihat bayangku di danau. Betapa malangnya diriku, masih saja memikirkan kamu masa laluku. Entah akan sampai kapan begini?

                Apa kau tahu? Senja tak lagi indah warnanya ketika tanpa dirimu. Oh tidak, aku mencela anugrahNYA. Apa mungkin aku berkata seperti ini saat senjaku tak lagi indah bersamamu kala itu. Mungkin saja benar. “Lihat senja itu, masih tetap indah walau dinikmati sendirian” Kata seseorang menghampiriku yang malang.

                Memang benar, senja masih terlihat indah dimata orang. Tapi tidak dihatiku, karna mungkin aku belum terbiasa. Akan ku coba menikmati senja indah meski tanpanya.
DISEPANJANG JALAN, KALA SENJA ITU.

Senja itu kau berikan aku kebahagiaan dimana saat melewati jalan dengan motor yang kau kendarai. Disepanjang jalan kau genggam erat tangan ku yang sedang menumpang di belekangmu. Taukah kau? Aku menangis, mengapa? Karna genggaman mu mampu memberikan getaran sampai kehatiku. aku takut jika nanti tak bisa digenggam lagi seperti ini oleh mu, tak kuijinkan kau mengerti jika aku menangis kala itu. Di sepanjang jalan tak ada keraguan kau genggam tanganku, aku menyimpan beberpa Tanya yang terbuat di pikiranku dan tertahan dimulutku. ‘Apa genggaman ini akan jadi yang pertama dan terakhir?’ ‘Apa aku akan dapat genggaman seperti ini lagi kelak?’ entahlah semuanya hanya keluar menjadi sebuah senyum simpul ku untukmu kasih. Aku tak mampu menanyakan itu semua, mulutku kaku. Lalu aku hanya bisa memelukmu erat dari belakang, dan aku mencium bahumu. Tempat dimana yang membuat tentram dan aman isi kepalaku. Trimakasi lelaki ku untuk hari itu. Takkan pernah ku bisa melupakan genggaman mu di sepanjang jalan.